[CERBUNG, PART 5 END] A Dream Has Come True

Kututup catatan Harian Rapunzel untuk tahun 2016.

"Hey... bisakah pelangi hanya berwarna hitam dan putih?" Tanyanya pada seorang gadis yang duduk sambil merajut.
"Apa?" Gadis itu menghentikan sulamannya yang hampir selesai. Ia mulai memandangi bocah itu. Pakaiannya lusuh, ingin sekali dicubit pipi bocah itu karena pertanyaannya, namun ia urung.
"Bisa! kenapa tidak." Sebenarnya, gadis itu ragu, namun ia tak sanggup meredupkan binar-binar di mata bocah itu.
"Benarkah? dengan cara apa? dan saat kapan? Bukankah pelangi selalu berwarna-warni?" Bocah itu menengadahkan wajahnya ke langit. Ia kembali melihat gadis itu, menunggu jawabannya.

Gadis itu tidak berbicara lagi. Ia menyampaikannya dengan cara yang lain. Bocah itu hanya memerhatikan gerak-gerik sang gadis menggerakkan kedua tangannya, lalu membentuk sebuah gambar hati, melirik bocah itu melalui celah jari-jemarinya kemudian menyentuh bocah itu.

"Ada di sini, dan di sini. Buatlah warna pelangimu."
Bocah itu tidak mengerti sepenuhnya, namun melihat jari-jemari sang gadis yang membentuk hati, ia segera tahu satu hal. Bocah itu pergi meninggalkan sang gadis, mengejar pelangi dan dua warna yang diinginkannya.

***
I've known you for a week, see part by part of you, there is a good shape, a best spot, a new culture, many different people, walking everyday, see the train, getting many friends, and the dream has come true. I've fall in love into you since my foot touch you, my eyes look the sky around you. But, it becames an unfogetable memories, Sydney 04 Dec 2016

------

For three days, we were joining the training from Terrapiin. Our trainer is Miss Chyonne Kreltshen, graduated from LLBH (Hons), BSc (Monash University). here to know her more :)

She has taught us about leadership. It was my best experience ever in learning for the first time in abroad. We were taught by different method, cause of that among member of EduHol, we know closer each other. And the most important one is "what something that we got in that training". I dont know what is and how all about leadership, even knowing myself. But in that training, she was explaining about it even help us to know ourself. There was an interesting thing that i got. First, is the time. In Aussie and most of advanced country won't let us come late in the class. In there, we learn more about time and dicipline. First day, we came late, but after that, we didn't do that anymore.

She taught us using learning, one fantastic thing that make me excited is, we understand what she said, i know its so hard to make people understand in different language cauze some of us didnt speak english fluently, but her method was very great. Less theory more practic and interact each other individual or in groups.

In the third days, it was great momet. Chyonne asked us to tell our dream, what thing that encourage us to having dream, what is the achievement that we want, what kind of emotion that will support us, that feeling of emotion must be controlled, and when we finished drawing our dream on the big paper, telling it in front of class one by one, suddenly all of us keep silent, listening a friend who speaking. I cant forget in that time. One of my friend telling her dream. Her name is Rahmah from Kendari. I never know how hard her life before, one thing that make so proud of her is about her dream, her life that still keep survive, keep learning, all of her pain was be an encouragement that motivated her to having dream, be a professor, continue her school in Hardvard University.

She was crying, and all of us crying. Miss Chyonne said that, its okay. Telling our dream will take much our energy cause its not easy to say, no matter we said the truth, we pour out our heart and it will make us better.

One by one from us telling our dream. In that time, i learn many things. I realize that not only me in this world having pain inside my heart, feeling lonely, separated by my parent, but i looked them, they have same pain with me. Thalia, Bahit, Hafiz, Nadya, Desi, Yoghi, Iranti, Valen, Shella, Shofa, Sita, Rahmah, Maya (kak Incees), Afif, Zefanya, Adenof, Adhita, Fanny, Ade Rizki, Nur Anisa, and Raswan. Is that stopped our dream? No! All that pain has beacome a reason why we dream. I miss you guyss. I've learned so much from you. And we miss you Miss Chyonne :)

It was great experience ever! Visiting Sydney,explore it, visiting many places like Opera House, Sydney Harbour Bridge, shopping at the Rock Market and Paddys Market, visiting Bondi beach and Manly Beach, spending times at Hyde Park, sightseeing, and having lunch and different in many restaurant and many more. We were learning together, laughing,crying, and sharing. It was best moment for making friends. 

The last place that we visited is University Technology of Sydney and La Perouse. I've fall in love to that place and hoping to come back there, making new experiences. 

Finally, it becames unforgettable memories in my life, has a much meaning for me that this year Allah has given to me a best surprise. Many things has come and go, but one thing that never go...is A HOPE. 

All this experiene has privided by TELKOMSEL with their program  "EDUCATION HOLIDAY GOEST TO SYDNEY". Two thums is not enough, all you served to us and make this program was the great program ever! Thanks TELKOMSEL for this experience. We're not only using internet and spending money, but cause of that we're more connected to other, faster, economic and having much interesting event which more and more educatif. 

Imma waitin' ya for the next event, my best support, be success always. Telkomsel memang paling Indonesia.

SEE YA FOR NEXT EXPERIENCE
HAPPY NEW YEAR 2017
AINHY EDELWEISS
--------
First pic was taken at pixabay.com

[CERBUNG, PART 4] My First Journey


JAKARTA. Aku nggak pernah menyangka akan menginjakkan kakiku di ibu Kota. Masih kuingat sebuah pertanyaan saat aku di kantor Tekomsel kemarin saat penerimaan hadiah mengikuti EduHol Goes to Sydney. "Tempat terjauh yang pernah kamu datangi apa?" Saat aku ditanyai hal tersebut, aku hanya diam dan tersenyum. Dalam hati aku menjawab, "Makassar." Yah Makassar, sebagai orang yang cukup introvert, aku belum pernah bepergian ke tempat jauh karena beberapa hal.

Setibanya di Bandara Soekarno Hatta, aku berdecak kagum. Semua yang kulihat seolah-olah memiliki daya tarik. Mungkin karena ini pertama kali bagiku. Jakarta, aku begitu penasaran dengan kota ini, tempat di mana para pejabat tinggi tinggal, para artis-artis melambungkan karirnya, pun para orang-orang yang kurang beruntung mengadu nasib di sini.

Aku dan Pak Bambang dijemput oleh salah satu karyawan Stargate. Sebuah jasa traveling yang bekerjasama dengan Telkomsel. Kami menuju sebuah hotel tempat pembukaan acara sekaligus pelepasan dari Telkomsel. Selama perjalanan, pandanganku tidak pernah lepas di balik kaca jendela mobil. Kupikir, di Jakarta hanya ada gedung-gedung pencakar langit, namun saat perjalanan menuju hotel Ibis, kami melewati jalan yang ditumbuhi rerumputan hijau dan pohon-pohon, bahkan suasananya seperti di kampung sendiri. 

Kurang lebih tiga puluh menit kami sampai di Hotel. Aku sangat nerveous. Selama pengurusan passport, kami dipertemukan oleh peserta lain melalui group whats'up dan aku hanya mengenal beberapa nama yangs sering eksis di group itu. Namanya Rahmah, salah satu peserta yang juga berasal dari Sulawesi tapi bagian Kendari. Di banding peserta lain, aku lebih akrab dengan Rahmah di WA. Namun, saat sampai di hotel, aku belum bertemu dengan Rahmah.

Sebelum memasuki meeting room, aku melakukan registrasi. Di sana, aku bertemu langsung dengan Bu Mary dan Pak John. Ternyata mereka sangat ramah. Setelah registrasi, aku diberikan jaket, bag travel, dan uang saku. Wow! Dan yang paling menarik bagiku adalah uang sakunya dalam AUD Australia.

Aku mengamati sekelilingku, beberapa dari peserta baru tiba di hotel, beberapa yang lainnya berbincang-bincang. Seorang perempuan yang kuduga lebih muda dariku datang menghampiriku. Namnya Dina. Dia sangat ramah dan gaul. Dalam sekejab kami akrab. Memang seharusnya aku beradaptasi. 

Acara pelepasan oleh Bu Linda (VP SME and Sales Management) berjalan lancar. Aku sangat menikmati momen yang berharga itu. Setelah foto bersama, kami bersiap-siap menuju bandara lagi. Dan kali ini, kami akan naik pesawat Air Asia. Perjalanan membutuhkan waktu berjam-jam, sebelum ke Autralia, kami harus transit di Malaysia. Dan ini adalah kejutan lain dari perjalananku ke Jakarta. Untuk pertama kalinya aku akan menginjakkan kaki di Malaysia. Di sana kami akan isterahat selama empat jam, lalu melanjutkan penerbangan ke Australia.

Perjalanan kali ini berbeda. Kami berombongan. Aku dan dua puluh tiga peserta lainnya berasal dari universitas yang berbeda-beda. Beberapa di antaranya sudah aku kenal, namun belum terlalu akrab. Proses imigrasi lebih ketat dari sebelumnya. Semua barang bawaan mesti dicek baik-baik. Dan aku merasa sedikit lega karena tidak terlalu gugup untuk naik pesawat yang kedua kalinya. Dan sekali lagi, aku mendapat kursi dekat jendela lagi. Dari sini, aku bisa melihat leluasa lautan awan di sekitar pesawat. 

Kami tiba di Malaysia saat  malam tiba, mungkin sekitar pukul 07.00
Perjalanan lumayan melelahkan. Duduk selama berjam-jam ternyata membuat badanku sakit. Tapi, perasaan itu terbayar saat kami sampai di Malaysia. Namun, ada pengalaman yang kurang menyenangkan saat tiba di negeri Jiran ini. Salah satu petugas imigrasi memperlakukan rombongan kami kurang sopan bahkan mengira kami rombongan TKI. What? TKI? Cukup miris memang. Tapi ada hikmah di balik kejadian ini. Pak John utusan Telkomsel yang akan menemani kami selama di Australia membesarkan hati kami. Agar suatu saat, kami bisa membuktikan kepada mereka untuk menyesali telah memandang negeri kami sebelah mata.

Well, setelah dinner dan bersiap-siap, kami melanjutkan perjalan ke Australia. Perjalanan yang sudah aku tunggu-tunggu. Aku merogoh secarik kertas di dalam tasku. “Aussie, I’m Coming.”

[CERBUNG, PART 3] Sebuah Penghargaan


Gemuruh tepuk tangan terdengar di dalam gedung itu. Seorang perempuan mengenakan almamater kuning maju melangkah dengan percaya diri ke atas panggung. Dia sudah menebak apa yang akan terjadi di atas panggung itu. Dia merasakan detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya saat namanya itu disebut di depan banyak orang. 
“Beb, nama kamu udah di panggil tuh, buruan naik gih. Semangaatt!!” Sahabatnya yang dari tadi duduk di sampingnya pun turut bahagia.
“Iyah Li, aku.. ini pertama kalinya bagiku.” Dia meremas ujung almamaternya, merasa belum percaya dengan apa yang terjadi setelah semua perjuangannya beberapa hari yang lalu. Dan hal yang paling membuatnya bahagia adalah hari itu merupakan pertama kalinya memakai almamater kampusnya dengan sangat bangga. Dia mencari-cari seseorang yang duduk di kursi VIP. Sosok itu ada di sana, dia bernafas lega setelah melihat sosok yang dicari. Rupanya, sosok itu adalah Dekan kampus yang akan mewakili kampus dan menemaninya untuk menerima penghargaan pertama dalam hidupnya. 
Semua audience terdiam. Mencari sosok yang sudah disebutkan namanya oleh MC. Seakan tak percaya, kedua teman laki-laki perempuan itu baru menyadari siapa yang dipanggil ke panggung. Rupanya pemilik nama itu adalah temannya. Lily dan kedua teman laki-laki yang baru mengetahui kabar itu ikut bersorak riang. 
Dia sudah ada di atas panggung, bersama MC dan salah satu pejabat tertinggi di Twitter Indonesia. Sebuah plakat penghargaan diserahkan kepadanya. Dekannya pun ikut serta dalam pernghargaan itu. Beberapa sorot kamera terarah di depannya. Dia tak pernah berhenti melepaskan senyumnya. Sekali lagi, dia melirik almamater yang dikenakannya. Tak ada mahasiswa yang memakai alamater kuning selain dirinya. Yah, dia sedang menerima apresiasi itu di kampus lain yang sangat popular di tempatnya tinggal. Tak apa. Dia cukup merasa bangga untuk pertama kalinya. Tak ada yang tahu betapa berartinya hari itu baginya.
Dan sekali lagi, gemuruh tepuk tangan kembali terdengar di gedung itu.
***  

Sekelebat ingatan itu muncul kembali saat perjalanan menuju bandara Sultan Hasanuddin. Pagi ini hujan turun lebat. Ini pertama kalinya bagiku menuju bandara. Aku memang tinggal di kota dan bisa menjangkau bandara. Hanya saja, tak ada alasan bagiku mendatangi tempat ini. Namun, hari ini berbeda. Sabtu pagi disertai hujan, aku buru-buru ke bandara Hasanuddin. Jadwal keberangkatan pukul 06.30 ke Jakarta. Sementara itu, aku tiba di bandara untuk cek-in pukul 06.15. 
Aku tak sempat mengamati suasana di bandara Hasanuddin. Beberapa menit saat tiba, aku nge-blank. Karena merupakan pengalaman pertama, aku cukup bingung apa yang harus dilakukan. Kubawa koper dan tasku di depan salah satu stand maskapai pernerbangan. Aku bertanya ke salah satu petugas bandara. Setelah berbincang sebentar, aku diarahkan ke petugas yang menangani penerbangan yang akan berangkat ke Jakarta. Batik Air. Aku membuka tas lalu kuambil tiket yang sudah dikirimkan melalui email. Kutunjukkan tiket itu ke pramugari. Aku benar-benar gugup. Sendirian dan merasa asing. Bagaimanapun, ini juga tantangan bagiku. 
Setelah proses cek-in selesai, aku bertemu dengan pak Bambang. Dari dua puluh tiga peserta EduHol yang berangkat, mungkin aku yang paling beruntung, karena tidak melakukan perjalanan ke ibu kota sendirian. Hal inipun sangat kumanfaatkan dengan baik. Grogi yang tadinya membuatku sangat kaku, kini bisa lebih rileks pun ketakutanku pada orang asing berkurang. Dalam suasana seperti ini aku cukup waspada. 
Pak Bambang bekerja di Telkomsel dan diutus untuk menemani kami selama di Austalia. Kami menuju gate penerbangan selanjutnya untuk penerbangan Batik Air ke Jakarta. Sungguh, ini juga perjalanan pertama bagiku!
Aku melihat sekeliling bandara, tempatnya sangat nyaman dan luas. Di sini, aku berpapasan dengan beberapa turis. Sepertinya, mereka baru saja tiba di bandara. Sebelum naik bus, aku sempat mengambil gambar, mengabadikan momen berharga ini.
Akhirnya kami sampai di pesawat Batik Air. Aku menaiki pesawat itu dengan pernumpang lain. Berkat arahan dari salah satu pramugari, aku menemukan nomor kursiku dan yess, aku duduk di dekat jendela. Ada rasa cemas yang teramat. Belum pernah kurasakan berada di pesawat sebelumnya. Sekelebat pikiran negatif bermunculan di kepalaku. Bagaimana kalau tiba-tiba pesawatnya jatuh, atau tiba-tiba pesawatnya menabrak awan Columbus. Aku merasakan jantungku semakin berdetak saat pesawat lepas landas. Kurasakan tulang-tulangku ngilu, nafasku terasa sesak. Mungkin karena ini pengalaman pertama bagiku. Tiba-tiba aku teringat buku Critical Eleven karya Ika Natasya yang pernah kubaca beberapa bulan yang lalu. Mungkinkah ini yang dimaksud critical Eleven? Ah aku mulai menghayal. Tanpa terasa pesawat terbang secara normal dan critical elevennya sudah berlalu.
Karena cuaca yang buruk, pesawat bergetar beberapa kali. Seakan mengalihkan rasa takutku, aku mengamati para pramugari yang sibuk melayani penumpang juga ada beberapa penumpang ke toilet pesawat, beberapa yang lain lebih memilih tidur. Sementara aku? Aku tak berhenti berdzikir dalam hatiku. Jujur saja aku masih merasa takut. Walau sedikit bisa bernafas lega, tetap saja pikiran-pikiran negatif itu belum hilang.
Hari saat pertama kali aku berada di pesawat, aku merindukan kedua orangtuaku. Aku penasaran dengan ekspresi mereka saat ini. Ini juga pertama kali bagi mama dan papa memberikanku ijin bepergian jauh.
“Ma, Pa, perjalanan ini seperti mimpi. Aku berkali-kali mencubit pipiku, takut jika ini hanya mimpi. Tapi sakit. Dan kurasa ini memang bukan mimpi. Ma, Pa, apakah kalian bangga?” Aku berbicara dengan diriku sendiri. Dan pembicaraan batin itu terhenti saat sesuatu mencuri pandanganku melalui jendela pesawat.
“Subhanallah…” Jejeran awan putih di bawah pesawat sungguh menakjubkan. 
“Ini lautan awan!” Aku merogoh catatan kecilku di dalam tas. Momen ini sungguh berarti bagiku, dan aku nggak sabar menunggu kejutan-kejutan lainnya di Jakarta.
“Jakarta, I’m Coming” Tulisku dalam secarik kertas.

[CERBUNG, PART 2] Selalu Ada Perjuangan

 
“Maaf, berkas anda ditolak! Silahkan lengkapi datanya yang tidak sesuai.”
“APA!!!?” Jeritku dalam hati. Tidak mungkin! Selama berjam-jam aku menunggu nomor antrian 108 dari pagi menjelang waktu ashar. Dan saat giliranku tiba, berkasku ditolak!

03.00
“Maaf, KTP dan KK (Kartu Keluarga) Anda tidak sesuai.” Dengan tegas, perempuan separuh baya itu menyodorkan kembali dokumenku.
“Apa iya?” Keningku berkerut. Kupandangai KTP dan KKku, kulihat nomor ID yang tertera di dokumenku. Dan memang benar, datanya tidak sama.
“Ah sial.” Aku membatin.
“Tapi mba, KTP-ku yang ikut di KK ini sudah hilang dan diganti KTP baru. Apa iya tidak bisa diterima? Ini KK asli dan KTP asli aku mba, Cuma KTP lamaku sudah hilang.” Dengan sisa harapan yang kumiliki aku mencoba menegosiasi petugas itu.
“Maaf, kami tidak bisa menerima dokumen Anda. Jika hilang, anda harus mencarinya. Dan data KK serta KTP anda harus sama. Silahkan kembali jika sudah sesuai data-datanya.” Petugas itu mengisyaratkan agar aku meninggalkan ruangan itu cepat. 

Aku meninggalkan ruang pemeriksaan dokumen di kantor imigran. Hatiku berkecamuk, marah dan sangat kecewa. Kuambil berkas-berkasku yang ditolak di atas meja. Sebelum aku pergi, kulirik sekali lagi petugas imigran bagian passport itu. Usianya mungkin sudah memasuki kepala tiga, dia sama sekali tidak menampakkan keramahan yang sungguh-sungguh, mungkin petugas itu sudah lelah melayani puluhan bahkan ratusan masyarakat untuk dibuatkan passport. Tapi, kubuang jauh-jauh rasa peduliku. Aku begitu kesal dengan petugas itu.

Dari kejauhan kulihat pak Kasim sedang menungguku di luar, dan tampaknya berita ini juga akan membuatnya kecewa.

04.30

Apa yang harus kulakukan?

Perjuanganku selama mencetak KK asli terasa sia-sia. Dua hari yang lalu sebelum mengambil nomor antrian, aku menghubungi adikku untuk mengirimkan dokumenku dari kampung. Aku harus menunggu sehari dokumen itu, karena jarak kampung dan kota tempatku kuliah lumayan jauh. Saat dokumen itu tiba, aku sangat bahagia. Sayangnya, KK asli sudah tidak ada. Kata pak Kasim, kantor imigran tidak akan menerima dokumen dalam bentuk kopian. Namun, saat hari pertama aku ke kantor imigran, dokumenku ditolak. Dan saat aku bolak balik dari kampung mencetak KK asli di Capil, lagi dan lagi dokumenku ditolak!

“Tidak ada cara lain dek. Kecuali…” Kalimat itu menggantung. Selama perjalanan pulang, aku dan pak Kasim sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Beliau sudah berbaik hati membantuku ke kantor imigran. “Kecuali kalau kamu bisa mendapatkan KK yang sesuai di KTPmu itu.” Pak Kasim mencoba mencari kemungkinan lain.
“Tapi bagaimana? KK milik almarhum nenek sudah tiga tahun hilang. Dan aku tidak pernah mencarinya.” Batinku.

Selama perjalanan pulang, aku menggerutui diriku sendiri. Tiga tahun yang lalu saat nenek mengurus KTP elektronik, beliau menggunakan KK-nya untuk mendaftarkanku. Karena sejak kecil aku tinggal di rumah nenek. Jadi, aku masuk dalam daftar KK beliau. Namun setahun setelahnya, Ibu juga membuat KK yang baru tepat saat aku akan melanjutkan kuliah di kota. Dan sialnya, KTP yang mengikut di KK milik ibu hilang entah kemana. 

“Kamu harus pulang ke kampung mencarinya.” Suara pak Kasim memecah keheningan.
“Apa? Pulang? Bagaimana mungkin. Waktu yang kumiiki hanya sedikit Pak, dan lagipula, aku sudah kehabisan ongkos gara-gara kemarin.” Sayangnya aku hanya bisa mengucapkan kalimat itu dalam hati. “Baik pak, insya Allah akan saya usahakan.” Sial! Pada akhirnya kata ini yang keluar.
Satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah menghubungi adikku. Dia harus membantuku mencari KK asli almarhum nenek. Kedengarannya memang mustahil, karena KK itu sudah tiga tahun tercecer entah di mana.
“Dik, tolong aku mencari KK almarhum nenek yah.” Pintaku dalam SMS selama perjalanan pulang.
“What? tapi di mana aku mencarinya kak. Aku nggak tahu.” Kepalaku mulai pening. Wajar jika adikku tidak tahu KK almarhum nenek.
“Please dek, bantu aku…” Kubalas sekali lagi SMS adikku. Berharap dia akan mencarinya di rumah nenek. Walalu kemungkinan besar dia tidak akan menemukan KK itu. Kalaupun ketemu, mungkin kertasnya sudah hancur.
“Terima kasih pak…” Akhirnya aku tiba di kosan. Sudah dua hari pak Kasim membantuku mengurus passport di kantor imigran. Walau beliau diutus, aku merasa tidak enak hati merepotkan beliau. Mobil itu kembali melaju.

05.55

“Kak, KKnya tidak ada! Aku sudah mencarinya kemana-mana, tapi tidak ketemu. Maaf kak.” Duaaar! SMS dari adikku seperti pukulan telak. Usaha terakhir yang kulakukan tidak bisa menolongku. Dan aku memang tidak berharap banyak untuk dokumen itu sendiri.
Yasudah dek, mau di apa lagi. Makasih yah.” Kurebahkan tubuhku di kamar. Kurasakan hatiku sesak. Perjuanganku selama lima hari melengkapi dokumen, bolak-balik ke imigran, mencoba negosiasi, balik ke kampung hanya sehari dan mendapatkan kehebohan di kantor capil terasa sia-sia. Tanpa kusadari air mataku jatuh.

Seminggu yang lalu,sebuah kabar mengejutkanku. Tanpa diduga, aku memenangkan salah satu program yang diadakan oleh Telkomsel. Dan program itu untuk kalangan pelajar. Dan aku memenangkan program itu sejak mengikutinya di bulan Maret lalu. Goes to Sydney! 

Program Goes to Sydney serta training dari Telkomsel sangat menggiurkan. Bagaimana tidak, semua akomodasi dan biaya selama perjalanan akan ditanggung. Dan tidak hanya itu, kami akan mendapatkan training oleh Terrapiin London selama tiga hari serta mendapatkan sertifikat Internasional. Belum lagi jalan-jalan ke spot-spot terbaik di Sydney. Tapi, apakah aku akan batal mewujudkan mimpiku hanya karena passport dan dokumen? Argh…. Pikiranku berkecamuk. Dan aku betul-betul merasa frustasi.

06.10

Adzan magrib sudah dikumandangkan. Dengan langkah gontai, kuambil air wudhu. Saat melewati westafel, aku melihat wajahku sekilas. Mataku bengkak. Beberapa menit lalu aku menangis. Mungkin, Allah punya cara lain mewujudkan mimpiku. Mungkin belum saatnya aku ke Australia. Mungkin juga, ada tempat lain yang lebih mengejutkan daripada ini. Mungkin ini belum rejekiku saja. Sekelebat kemungkinan itu muncul berargumen di pikiranku. Tidak ada yang bisa kulakukan selain meyakinkan diriku sendiri. Walau aku tak bisa membohongi perasaanku, jika hal itu sangat kuinginkan. Tetapi, semua sudah kulakukan semampuku mengurus passport itu. Aku pasrah. Apapun yang akan terjadi.

06.25

Seusai shalat, aku menyandarkan bahuku di dinding kamar. Hening. Teman-temanku yang lain sibuk di kamar masing-masing. Kupejamkan mataku perlahan. Kuingat mimpi-mimpiku dulu. Ingatanku kembali dua tahun lalu. Saat aku masih mahasiswa baru. Saat itu, aku mengikuti salah satu bimbingan belajar bahasa inggris. Jaraknya cukup jauh dari kosanku tinggal, namun aku sangat antusias saat itu.

Aku masih ingat saat terakhir mengikuti bimbel itu. Kak tentor menyuruh kami menulis di kertas yang dibagikan. Kami harus menulis mimpi kami di kertas kosong itu. Apa yang akan kamu capai saat mencapai usia 22 tahun. Aku berpikir sejenak. Merenungkan tentang mimpi-mimpi yang ingin kuwujdkan. Namun, perasaan aneh menelusup tiba-tiba. Aku merasa kehilangan sesuatu. Apakah pilihanku kuliah di tempat itu saat ini sudah tepat, meski berbanding terbalik dengan kata hatiku? Segera kusingkirkan pikiran itu jauh-jauh. Belakangan ini selama maba, aku merasa menyesali keputusanku. Tapi, tak ada cara lain untuk mengubah keputusan itu. Lagipula aku punya alasan di balik keputusan itu.

Kuambil pena dan secari kertas, lalu aku mulai menulis, “on 22th, I wanna go abroad. Go to Australia and explore it!....and so on.” Secarik kertas itu entah di mana sekarang. Dan mimpi yang pernah kutuliskan sudah lama kulupakan. Dan saat mimpi itu terwujud, semuanya terhenti hanya sebuah passport. Dan mungkin, itu hanya akan menjadi sebuah mimpi. 

“Kring….” Deringan hpku membuatku tersadar dari nostalgiaku yang tiba-tiba.

“Kak, KK ASLINYA SUDAH KUDAPAT!” 

Apa? Aku terlonjak membaca SMS dari adikku. Bagaimana mungkin?
Seperti merasa disambar sebuah petir, aku berucap syukur yang teramat kepada Allah. Dan lagi, saat semuanya mendapati jalan buntu, di mana mimpi-mimpi yang pernah kutulis terasa sirna, dan saat perjuangan sudah mencapai titik akhir, dan saat itulah Allah memberikan sebuah keajaiban.
“Tapi bagamaina cara kau mengambilnya kak?” SMS terakhir dari adikku tidak membuatku berhenti begitu saja. Drama ini belum usai. Masih ada harapan di sana. Dan secepat kilat, ide itu muncul dalam pikiranku.
“Eureka!” Dokumen itu insya Allah bisa sampai besok pagi. Kucari-cari nomor yang bisa membantuku untuk urusan itu.
“Alhamdulillah” 

“Selalu ada perjuangan bahkan saat semuanya sudah diperjuangkan. Karena ujung kehidupan masih jauh. Tiada tempat untuk memberhentikan langkah sebelum semuanya tiba di ujung. Karena itu, jangan pernah menyerah.”--AE--

[CERBUNG, PART 1] Arti Sebuah Mimpi

"Lily, kamu kosong nggak hari ini, kalau nggak sibuk ikut talk show yuk."

"Dimana? acara apa?"

"Penasaran aja dulu, siap-siap yah, aku jemput kamu, acaranya besok pagi jam 9.00 cyuuu."

Pagi itu, aku dan Lily menuju ke salah satu kampus di Makassar untuk menghadiri salah satu event yang diselenggarakan oleh Telkomsel. Nama event itu adalah The NextDev. Sebenarnya, aku nggak tahu seperti apa event itu, aku hanya melihat info event itu di salah satu akun sosial mediaku. Kebetulan hari itu nggak ada kelas di kampus, jadi aku memanfaatkan semua event yang bisa ku ikuti, apalagi jika event itu gratis. Hehehe

Lily adalah sahabat yang sangat enak diajak ikut event-event seperti itu, kami berdua memang berbeda kampus, namun sejak bertemu di english club kemarin, kami menjalin persahabatan. Di event NextDev, kami bertemu banyak mahasiswa dari berbagai kampus dan aku baru tahu jika event NextDev dihadiri oleh bapak walikota Makassar. Di event itu, kami belajar tentang pentingnya teknologi. Kami berinteraksi dengan peserta lain.

Saat pembagian group, aku terpisah dengan Lily. Kami berbeda group. Dan saat aku melirik groupku, aku baru sadar jika semua peserta di groupku semuanya laki-laki. Hanya aku yang perempuan. Merasa kaku dan canggung. Namun, aku mencoba terlihat santai. 

Dari pembagian group itu, kami diberikan tugas untuk merancang salah satu aplikasi startup. Kami pun bertukar pendapat untuk merancang salah satu aplikasi. Walau hanya sebatas rancangan, group yang aku masuki terlihat serius. Akhirnya, kami memutuskan satu aplikasi dengan nama yang sudah ditentukan. Fungsi aplikasi itu untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam hal kebutuhan rumah tangga. Setelah berembuk, kami tinggal menunggu giliran mempresentasikan hasil diskusi kami.

Kulirik Lily yang duduk tak jauh di sampingku, dia pun sedang bersemangatnya berdiskusi dengan groupnya. Waktu terasa cepat berlalu. Hari itu, group aku mendapat hadiah memenangkan rancangan aplikasi terbaik. Aku sangat senang dan tidak menyangka akan memenangkan kompetisi itu. Kami semua diundang ke atas panggung untuk menerima hadiah dari Telkomsel.

Sebelum pulang, kami dibagikan brosur oleh salah satu panitia Telkomsel. Kakak panitia juga menjelaskan tentang informasi yang ada di brosur itu. Aku tak begitu memerhatikan tentang brosur itu, namun saat kakak panitia menyebut kata "Australia" mataku terbelalak. Dengan sigap, aku meraih brosur yang terletak di depanku. 

Event itu pun berakhir sore itu. Kami berkesempatan berfoto dengan Bapak Walikota Makassar. Aku begitu terkesan dengan event yang diselenggarakan Telkomsel. Eventnya sangat bermanfaat dan menambah wawasan. Aku dan Lily pulang sore itu. Brosur yang kuambil di meja tadi, masih kusimpan di dalam tasku. Mimpi yang lama bergejolak kembali. Info di brosur itu membuatku meluap-luap. Aku harus mendaftar!

*** 

Eight Month Later...  

Bagiku, bulan Oktober adalah bulan sukacita. Di bulan ini, aku mendapat banyak kejutan-kejutan dan memulai sesuatu yang baru. Di bulan ini, aku memulai mimpi-mimpiku dengan melakukan hal-hal kecil untuk mewujudkannnya. Pertama, aku ingin mengoleksi buku-buku untuk memenuhi perpustakaan miniku kelak. Karena memiliki biaya pas-pasan dan cukup mustahil mewujudkan mimpi itu, aku mengikuti kuis-kuis buku di sosial media. Perih juga sih saat menunggu pengumuman pemenang dan ternyata itu bukan kita, namun demi mengumpulkan buku-buku aku tidak ingin menyerah. Alhamdulillah sejak mengikuti kuis buku di bulan Agustus-Oktober, aku berhasil mengumpulkan buku kurang lebih empat puluh buku. Dan semuanya kudapatkan melalui kuis buku. Satu impian kecilku untuk memiliki perpustakaan mini terwujud. Di bulan Oktober, aku menyusun buku-buku yang kudapatkan dan mengajak teman-teman untuk ikut membaca. Kebanyakan buku yang kumiliki saat ini adalah novel. Bagiku, novel bukan hanya sekedar hiburan semata untu sebuah cerita, namun dalam novel kita bisa menemukan sesuatu yang luarbiasa. 

Pagi itu, aku masih baring di tempat tidur, keasyikan ngeblogging semalam membuatku begadang. Kulirik jam di hpku, dan astagaa sudah pukul 09.15. Aku tersentak melihat jam di hpku, aku merasa menyesal bangun telat lagi. Sebelum bergegas mandi, seseorang menelponku. Kuraih hp yang tergeletak di samping tempat tidurku. 

"Halo..." Suaraku masih serak. Kuharap orang yang menelponku tidak menebak jika aku baru bangun.

"Halo, saya dari Telkomsel cabang Makassar, apa betul ini dengan Nuraini?" Aku masih terdiam sejenak, mencoba mencerna ucapan seseorang yang menelpon itu.

"Iya benar, ada apa yah?" Aku memaki diriku sendiri yang menjawab telpon sambil menguap. 

"Begini, kami undang Nuraini untuk datang ke kantor Telkomsel. Ada hal yang ingin disampaikan. Anda pernah mendaftar program Education Holiday di Telkomsel kan?" 

"Iya benar..." Dengan ragu, aku menjawab pertanyaan seseorang yang menelpon itu.

"Baiklah, kami tunggu saudari untuk datang ke kantor kami di grapari Telkomsel. Jam 10.00 yah pagi ini. Bisa?" 

"i...iya bisa, bisa pak..." Aku tak tahu mengapa langsung mengiyakan ajakan dari penelpon itu. Padahal, aku bekum tahu pasti, apakah itu benar atau tidak. Ada dua pendapat yang berbisik dalam pikiranku. Apakah itu penipuan atau bukan. Namun, nalarku mencoba mencerna kalimat demi kalimat yang dikatakan penelpon itu. Itu bukan penipuan. Pertama, aku memang pernah mendaftar di program Education Holiday, kedua, aku sendiri yang harus ke kantor mengonfirmasi info itu. Tanpa berikir lama, aku bersiap-siap menuju grapari Telkomsel. Aku merasa dikejar waktu, berhubung sudah pukul setengah sepuluh. Setengah jam lagi aku harus sampai di grapari. 

Selama perjalanan menuju grapari, ingatanku mengingat-ingat kejadian delapan bulan yang lalu. Saat aku mengikuti event NextDev yang diselenggarakan Telkomsel dan saat aku membawa pulang salah satu brosur di event itu. 

*** 

"Lily, kamu nggak mau daftar di program ini? Keren loh, kita bisa ke Sydney, liburan sambil belajar. Waw banget ini." Aku sangat bersemangat menunjukkan brosur itu kepada Lily saat berada di angkot.

"Emang gimana sih kalau mau ikut program itu? tanya Lily sesekali memerhatikan brosur yang kupegang itu.

"Gampang kok, cukup daftarin aja nomor kita. Ketik nama, nama kampus trus kirim deh ke nomor ini." Aku menunjukkan ke Lily petunjuk pendaftaran di brosur itu.

"Bolehlah, nanti aku coba."

Kami pun berpisah. Rumah Lily tak jauh dari kosan tempatku tinggal. Saat sampai di kos, aku langsung membaca ulang brosur itu. Di sana tertera persyaratan untuk mengikuti program itu. Cukup mendaftrakan nama dan nama kampus. Pemilihan pemenang berdasarkan jumlah pemakaian internetan. Aku berfikir sejenak. Selama ini, aku selalu menggunakan internet, entah itu aktif di sosial media, youtube, apalagi blogging. Dan kartu yang kugunakan untuk internetan adalah Katu As. Aku tersenyum lebar dan merasa optimis. Nggak ada salahnya mendaftarkan diri untuk mengikuti program ini. Lagipula, poin pembelian kuotaku nggak akan sia-sia. 

Akhirnya, aku mendaftarkan diri untuk mengkuti program Education Holiday melalui sms. Akupun menerima konfirmasi dari Telkomsel, dan telah terdaftar mengikuti program itu. Sekali lagi, aku membaca brosur itu, harapanku sangat menggebu-gebu saat melihat gambar Sydney di brosur itu, semua akomodasi mulai dari passport, visa, pesawat, makan, dan lain-lainnya ditanggung oleh Telkomsel. Dan aku sangat penasaran seperti apa training Leadership di Sydney kelak, dan bagaimana suasana tempat-tempat city tour yang tertera di brosur itu. 

*** 
 "Dek sudah sampai." Lamunanku terhenti saat tukang gojek berhenti tepat di depan kantor Telkomsel. Dengan langkah yang kaku dan pikiran yang berkecamuk, aku memasuki kantor Telkomsel.

Kuhampiri salah satu satpam yang berdiri di depan kantor, aku menanyakan nama penelpon yang sudah menelponku tadi, anehnya, pak satpam tidak mengenali nama yang menelponku. Dahiku pun berkerut.

Aku mencoba bertanya ke karyawan telkomsel lain, namun lagi-lagi tak ada yang tahu nama penelponku tadi pagi. Aku pun mulai gusar dan segala pikiran negatif berkecamuk dalam pikiranku. Kucoba menghubungi nomor yang menelponku tadi. Sayangnya, telponku tidak diangkat. Aku mulai mengira-ngira jika memang ini penipuan. Dengan langkah gontai, aku meninggalkan kantor itu.

Tak lama kemudian, hpku kembali berdering.

"Ya halo..." Aku sedikit kesal menerima telpon ini.

"Kamu sudah dimana Aini"

"Aku sudah ke kantor pak, tapi nggak ada yang kenal nama bapak. Ini benar kan?" nadaku mulai terdengar kesal.

"Kamu di kantor mana?"

Masih dengan nada kesal, aku mencoba menjelaskan kantor yang kudatangi.

"Kamu salah kantor Aini, bukan di situ. Tapi di Grapari depan hotel Clarion." 

"Apa?" Aku salah kantor? gumamku dalam hati. Kenapa aku salah kantor?

Penelpon itu memberiku intruksi sedikit mengenai kantor grapari Telkomsel. Selama ini, aku salah duga, kupikir kantor yang selalu kulihat saat melewati jalan Pettarani adalah Grapari, dan memang benar, masih adalagi satu kantor tak jauh dari tempat ini. Karena diburu rasa penasaran, aku belum menyerah. Kucari lagi kantor grapari yang selama ini belum kutahu. Setelah beberapa menit, akhirnya aku menemukan kantor grapari. Aku memaki diriku sendiri dalam hati.

"God.. ternyata grapari itu yang ini, astagaa...." Pekikkku dalam hati.

Aku bergegas memasuki kantor itu dan bertanya ke resepsionis.

"Ada yang bisa saya bantu Mba?" Kata si resepsionis.

"Saya ada janji bertemu dengan Pak Bambang dan Pak Nasar Mba, dimana yah ruangannya." Aku berusaha menyamarkan rasa gugupku.

"Oh silahkan mba, ke lantai dua yah." Setelah mba resepsionis menelpon Pak Bambang, akupun menuju lantai dua. Salah seorang satpam membantuku menemui pak Nasar. 

"Pak Nasar yah?" Tanyaku setengah kikuk.

"Oh ini Mba Aini yah. Silahkan masuk." Aku hanya menuruti perkataannya. Tak jauh dari tempat itu, seseorang menyambutku dengan senyum. Kami pun berkenalan dan aku dipersilahkan duduk.

"Selamat yah Aini, kamu terpilih untuk mengikuti program Education Holiday ke Sydney, Australia." 

"...." Aku diam tanpa ekspresi. Aku mecoba mencerna ucapan pak Bambang barusan.

"What? ke Sydney...." 

Segalanya berjalan cepat. Pak Bambang memberitahuku tentang persiapan ke Sydeny. Aku hanya menyiapkan passport dan dokumen-dokumen lain untuk pengiriman berkas ke Jakarta. Masih dalam keadaan shock, aku tidak berekspresi apa-apa. 

Beberapa karyawan Telkomsel memberikan ucapan selamat kepadaku termasuk pak Bambang dan pak Nasar. Sekembalinya dari grapari, aku merasa ini hanya mimpi. Tapi, ini bukan mimpi lagi. Dan saat mimpi itu terwujud, aku merasakan sesuatu yang berbeda sampai-sampai nggak bisa berekspresi apapun. Rasa syukur terucap tak henti-hentinya mengalun dalam hatiku.

"Sydney, Australia??? ya Allah... Ini mimpiku!"



 

Member of Stiletto Book Club

Komunitas Blogger Makassar

Komunitas Blogger Makassar, Anging Mammiri

Member of Warung Blogger

Warung Blogger

Member of Blogger Perempuan

Member Hijab Blogger

Free "Care" Day

Free "Care" Day