“Barangkali kau benar
karena ulah lelaki, kebanyakan pasien di sini adalah perempuan,” kataku dengan
murung. “Kenyataannya memang demikian, urusan cinta, soal rumah tangga,
kekejaman bapak pada anak perempuannya, dan seterusnya dan seterusnya,”
lanjutku enteng.
***
Penulis: Han Gagas
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-0904-0
Cetakan 1: Oktober 2014
MyRate: 3.5/5
#31HariBerbagiBacaan
Hello readers, kali ini
aku membaca lagi buku kumpulan cerita. Asyik sih rasanya baca cerpen yang
memiliki keunikan masing-masing. Apalagi jika cerita itu menyisakan tanya
kepada pembaca. Buku cerpen kali ini ditulis oleh Han Gagas, karya pertama yang
aku baca. Sebagian cerpen Han dalam buku ini sudah dimuat sebelumnya oleh
beberapa majalah. Namun, ada dua cerpen yang baru dimuat dalam buku ini yaitu
Catatan Orang Gila, Catatan tentang Hantu dan Kisah dari Bangsal.
Kesan pertama membaca
cerpen ini, aku terperangah, karena penulis menggunakan sudut pandang pada
tokoh yang dicap gila di cerpen pertama. Hmm.. di bagian ini, aku mendapat sesuatu
yang baru yang belum terpikirkan sebelumnya. Aku merasa penulis sengaja membuat
kisah ini untuk menyindir poembaca agar lebih memanusiakan sesama termasuk
orang gila.
Di bagian cerpen lain
yaitu Perjalanan Sepasang Burung Gereja, tokoh utama dalam cerpen ini adalah sepasang
burung. Yah lagi lagi menurutku ini unik. Menyusuri kehidupan sepasang burung
tentang perjalanannya mencari sebuah tempat. Alhasil, tak ada lagi tempat yang
dinamakan surga. Semua berlomba-lomba memburunya. Hingga sepasang burung itu
berhasil mendapatkan tempat yang dikelilingi oleh pepohonan dan kolam air.
Sepasang burung itu hinggap ditempat itu, dalam sekejab jutaan burung lain
hinggap pula di tempat itu. Hingga tempat yang sebelumnya dianggap surga itu
bagaikan neraka. Mereka sesama burung berlomba-lomba mencari makanan, saling
berdesakan mengisi paru untuk minum. Hingga dentuman peluru menyalak. Tak ada
lagi yang tersisa. Selain, suara senapan para pemburu. Bagian cerita ini juga
menarik. Seolah penulis menyadarkan betapa fenomena lingkungan juga mengganggu
kehidupan hewan terutama burung dengan menyindir pembaca melalui cerpen ini.
Oiya cerpen ini memang
fiksi, namun penulis mengemasnya seolah kisah nyata. Ada juga cerpen lain sengaja
ditulis untuk mengenang kembali tragedi-tragedi seperti kerusuhan Mei 1998 di Solo,
kisah 30 September 1965, korban geger 1965. Kesemua cerpen ini menyayat sembilu
pembaca, betapa tragedi menyimpan luka yang mendalam.
Bahasa yang digunakan
sangat lugas dan padat. Alur yang tidak bertele-tele. Sangat pas dibaca untuk
mengisi waktu-waktu senggang readers. Secara keseluruhan, aku menyukai semua
cerpen dalam buku yang memuat 17 cerpen loh readers. So, penasaran kan dengan
cerpen lainnya? Hehehe…
“Pertemuan dan
perpisahan, adalah kebahagiaan dan kesedihan. Dua sisi uang logam dalam
hidupku, takdirku.” Hal. 32
Happy Reading :)
***
Thanks to kak @poupousin for your book :)
0 komentar:
Posting Komentar