Melawan Sunyi

Jika ada kalimat atau ucapan dari seseorang tentang, "melawan lupa" maka kalimat yang cocok buat gue malam ini, "melawan sunyi". Kenapa?

Bagi gue, masa-masa paling istimewa yaitu saat masih kanak-kanak. Di saat kecil bahkan saat bayi sekalipun, kita kerap melihat ekspresi mereka yang innocent, namun dengan lugunya anak-anak mampu mengekspresikan perasaannya, menangis jika ingin menangis, berteriak jika ingin berteriak, tertawa sampai guling-guling jika ingin tertawa, ngambek sampai rela menahan lapar jika ingin ngambek.  Ekspresi itu, hilang dalam senyap, perlahan tapi pasti kala beranjak dewasa. Kalian setuju kan? 

Ingin kembali ke masa kecil?  Tunggu aja sampai gajah melahirkan kambing. Hehehe...
Lalu tiba masa-masa indah. Semua sepakat bahkan gue masih teringat perkataan guru dan dosen gue tentang hal ini. Masa-masa indah adalah masa saat SMA. Saat kita berlabel anak remaja. Bahkan, seorang musisi memilih kata-kata ini dalam lagunya sebagai lirik. 
"Tiada masa paling indah masa-masa di sekolah. Tiada kisah paling indah kisah Kasih di sekolah". Apa kalian bernostalgia saat mendengar lagu ini?  Kebanyakan menjawab "ya", termasuk gue.

Dua masa itu telah gue lewati. Gue ada di label adult!  Bukan lagi kanak-kanak, bukan lagi remaja, tapi gue udah dewasa!  Dalam hal umur, iya. Dalam hal pikiran?  Gue mencoba untuk berfikir dewasa. Yah mendewasakan pikiran agar bisa membuat keputusan, mampu menyelesaikan masalah. Dan sebagainya. Tapi satu hal yang kerap gue alami. Sunyi. 

Di masa ini, gue kerap dilanda kesunyian. Bukan karena gue tidak memiliki apa-apa dan siapa-siapa. Sunyi bagi gue berarti banyak hal. Dan emosilah penyebabnya. Apa kalian mengalami ini juga?
Lalu bagaimana cara gue melawan sunyi?  Rasa-rasanya gue sudah berteman dengan sunyi. Kesunyian mulai menyapa  saat berpisah dengan orang tua . Dengan lihainya dia mendekati gue secara perlahan. Saat kematian Nenek gue tepat kelulusan SMA, kesunyian mampu menaklukkan hati gue. Gue pun bisa dikatakan jatuh dalam pelukannya. Tapi, boro-boro memelihara sunyi, gue memiliki sahabat yang bisa menarik gue dari pelukan kesunyian yang semu.
Namun, ia terlanjur betah merangkul gue dalam pelukannya. Si sunyi pun mendekati gue dengan segala cara. Dia mampu masuk melalui celah, saat dimana gue dan sahabat berpisah. Awalnya hubungan kami renggang, baikan, lalu berpisah lagi dengan jalan masing-masing. Gue memang berhasil melawan benci, tapi tidak dengan sunyi.
Jika seseorang pergi dari hidup kita, maka seseorang yang baru akan datang mengisi kekosongan itu. Bahkan lebih dari sekedar sahabat. Gue mulai membuka hati untuk seseorang. Dia adalah teman hati sekaligus kekasih. Melawan sunyi masih berlanjut. Gue menikmati hari-hari bersama dia. Tertawa, berpetualang, berbagi cerita dan terjebak pada hasrat. Hari-hari berlalu, berganti bulan, bahkan tahun.
Gue nggak sadar, betapa sunyi diam-diam memiliki rencana. Ia hanya menjebakku dalam cinta yang semu dan menunggu timing yang tepat. Hari dimana gue terluka, meratapi diri yang terlanjur larut dalam kilat hubungan sementara, hari dimana gue tersadar bahwa cinta sekalipun dapat menghadirkan sunyi.
Mengapa dia membuat gue jatuh cinta lalu pergi begitu saja?  Mengapa dia membuat janji lalu mengingkari? 
Saat gue menatap senja, merebah di atas tanah kosong dan menatap langit tak berbintang, saat itulah sunyi menyapa. Tak hanya menyapa, ia dengan setia menikmati setiap isak tangis gue.  Gue ingin melawan sunyi, lagi dan lagi. Tapi...  Gue nggak bisa melawan sunyi.
Semuanya menyatu bersama waktu. Gue salah berfikir bahwa sunyi adalah musuh. Gue hanya takut. Takut pada kesunyian. Gue salah...  Sunyi memiliki sisi lain, sisi yang digunakan para penyair untuk menggugah rasa, merenung kala bertanya apa arti hidup ini. Dan sunyi masih ada di sana.
(29 August 16_01.00am)

0 komentar:

Posting Komentar

Member of Stiletto Book Club

Komunitas Blogger Makassar

Komunitas Blogger Makassar, Anging Mammiri

Member of Warung Blogger

Warung Blogger

Member of Blogger Perempuan

Member Hijab Blogger

Free "Care" Day

Free "Care" Day