[CERBER OF MY BOARDING HOUSE PART 6 END] YUKI A Chubby Girl

"Terkadang, kau butuh teman dimana dia bukan hanya sebagai temanmu, bagaimana jika dia seperti ibumu?" 

***

Bagiku, Yuki teman yang mengasyikkan juga menyenangkan. Wajar saja bagi siapapun jika cepat akrab dan menyukai Yuki karena perawakannya begitu lucu dan periang. Pertama kali kenal dengan Yuki saat Fay sakit waktu itu. Itupun, aku tidak sempat berbicara dengan Yuki hanya senyum dan anggukan, lalu kami kembali mencemaskan Fay yang sakit.

Aku lupa kapan pertama kali akab dengan Yuki, yang jelas, saat ini aku sangat dekat dengan dia. Awalnya, Yuki sering nginap di kamar Nita. Katanya, Yuki sedang mencari kosan. Lambat laun, Yuki berbaur dengan kami di kos. Dan sejak saat itu, aku saling bertukar sapa dengan dia. 

Yuki sangat akrab dengan Nita. Mereka juga teman sekelas di kampus. Jika ada Nita, disitu juga ada Yuki. Aku pernah tertawa terpingkal-pingkal saat melihat Yuki dan Nita bertengkar seperti anak kecil. Mereka kejar-kejaran di kos, sambil menggelitik satu sama lain. Salah satu kelemahan terbesar Yuki, dia tak sanggup jika digelitik, seketika Yuki akan meminta ampun jika kami iseng mengerjai dia. Saat melihat mereka seperti itu, ada kebahagiaan menyelusup dalam hatiku. Mungkin, aku teringat saat-saat sahabatku dulu masih di sini. Aku pernah seperti mereka.

Di antara penghuni kos, yang paling rajin memasak adalah Yuki. Kau mungkin bertanya-tanya mengapa aku pernah memanggilnya mama dan kenapa aku berhenti menyebutnya dengan mama.

Sebelum ke Losari saat menghadiri festival budaya Makassar, aku terbiasa memanggil Yuki dengan sebutan Mama. Bukan karena Yuki sudah tua, dia dua tahun lebih muda dariku. Yuki berjiwa keibuan. Pertama, bodynya. Yuki berbadan gempal. Teman di kos menjulukinya doraemon, nggak hanya mirip dengan doraemon, tapi setiap orang pasti setuju saat melihat Yuki, dia itu lucu. Seringkali, aku mencubit lengan atau pipi Yuki. Kelebihan berbadan gempal. Orang akan gemas untuk tidak mencubit pipiya meskipun Cuma sekali. Namun, bukan itu alasan aku memanggil dia “mama”, terlebih saat melihat Yuki, bodynya mirip mamaku. Pernah suatu waktu saat aku memanggil Yuki dengan sebutan mama, aku ingin menangis. Betapa aku merindukan sebutan itu. Dan aku suka melihat Yuki dengan gayanya. Tetap percaya diri walau berbadan gempal, sederhana, dan periang. Itu, mirip sekali dengan ibuku.

Kedua, Yuki sangat penyayang, dan memang dia penyayang. Kuakui, saat kami curhat-curhatan, pikiran Yuki jauh lebih dewasa dibanding aku. Tak jarang, dia memberiku nasehat jika aku curhat dengan Yuki. Nggak hanya itu, saat sakit, Yuki yang paling pertama menanyai kabarku, atau jika Fay yang penyakitnya kambuh, Yuki yang paling perhatian. Seperti ibu, Yuki sangat gesit dan perhatian. Aku pernah mencandainya. Saat kukatakan akan kujodohkan dia dengan adikku seandainya saja dia seumuran. Namun, itu benar-benar hanya candaan. Melestarikan budaya siti Nurbaya sepertinya bukan jamannya lagi.

Aku paling suka saat Yuki memasak. Bukan hanya karena masakan Yuki enak, tapi masakannya mirip dengan masakan ibuku. Lagi lagi, sosok Yuki selalu mengingatkanku pada ibu.

Itulah kenapa, aku memanggil dia dengan sebutan mama. Namun, saat ke Losari, aku berhenti memanggil Yuki dengan sebutan itu. Karena terbiasa, aku nggak bisa berhenti memanggilnya dengan sebutan itu.  

Saat menyusuri pantai Losari yang dipenuhi banyak orang, tanpa sengaja aku memanggil Yuki dengan sebutan itu. Berkali-kali Yuki menegurku, berkali-kali pula aku lupa untuk tidak memanggilnya dengan sebutan itu di tempat umum. Namun, karena terbiasa aku nggak bisa mendengar Yuki. Tanpa sengaja, saat aku berjalan beberapa langkah di depan Yuki, aku berteriak memanggil dia dengan sebutan mama. Sontak, orang-orang sekitar kami menoleh menatap Yuki. Aku merasa bersalah.

Yuki menatapku dengan sorot matanya tanpa kata. Aku paham betul, saat itu dia sedang marah. Kemarahan Yuki itu adalah saat diamnya Yuki. Dan sejak saat itu, aku berjanji untuk tidak memanggilnya dengan sebutan itu lagi. Sorot mata Yuki, juga mengingatkanku dengan ibu saat dia marah. Jika ibu marah sambil mengomel-ngomel aku tak pernah menghiraukannya, bagiku ibu belum serius marah. Namun, saat ibu marah dengan diamnya, maka saat itulah aku akan tahu diri. Dan tepat di hari itu, Yuki diam saat aku berteriak memangggil dia dengan sebutan itu. 

Aku merasa bersalah. Tak seharusnya kupanggil yuki dengan sebutan itu karena rinduku pada ibu. Aku memang berhenti memanggil Yuki dengan mama, namun sampai detik ini aku masih memanggil dia dengan sebutan itu, yang tentunya aku bisa meneriakkan sepuas hatiku selama itu di dalam hati.
Belakangan ini, aku nggak merasa kesepian di kamar. Selama ada Yuki yang sering nginap di kamarku, aku merasa terhibur dan tentunya nggak kesepian. Yuki sering menegurku saat dia merasa kuacuhkan. Yah memang saat di kamar jika sudah berhadapan dengan laptop atau buku, aku mengacuhkan apapun yang ada di sekitarku. Dan Yuki sering menegurku walau masih dalam keadaan bercanda. Katanya, aku cuek dan yah dia merasa bosan. Yuki blak-blakan ngomong hal itu padaku. Namun, aku hanya tertawa, mencoba memberikan senyum termanis saat Yuki mulai complain dengan sikapku yang satu ini.

Yuki juga pendengar yang baik. Jika aku ingin curhat, Yuki akan setia menungguku selesai berbicara, lalu dia akan memberikan umpan balik. Saran-sarannya sangat memotivasiku kembali. 

Ada banyak hal yang ingin kuceritakan tentang Yuki. Cewek pendiam sepertiku dan lebih sering di kamar, jika mendapatkan satu saja teman yang benar-benar berarti, maka dia memiliki tempat khusus di hatiku. Aku ingin minta maaf kepada Yuki, jika dia pernah tersinggung saat aku memangilnya dengan mama. Yuki, itu nggak lebih karena aku merindukan ibuku. Melihatmu, aku seperti melihat ibuku kembali. Kau mungkin bertanya-tanya mengapa aku malas memasak di kos jika ada dirimu. Memang sih aku nggak pandai memasak sepertimu, tapi bukan itu alasanku Yuki. Aku rindu dengan masakan ibuku. Dan masakanmu, mengingatkanku dengan masakan ibu. Itulah mengapa, aku lebih suka jika kamu yang memasak. Mungkin, saat kamu tahu ini, kamu merasa aku lebay. Tapi tidak yuki. Memang ini yang ingin kuungkapkan. Jadi, sekalipun aku keseringan cuek saat kamu masuk dan nginap di kamarku, aku selau memerhatikanmu, seperti aku mencari sosok ibu yang ingin kuperhatikan.

Malam ini aku merasa sangat bersyukur. Tiga tahun menghuni kos ini. Seperti rumah yang menyimpan seluruh kenangan baik suka dan duka. Kuharap, tulisanku yang sederhana ini, menyimpan  sebagian kenangan  yang ditampung di kos-kosan ini.

Untuk Three Tin khususnya Olvin, selamat ulang tahun yah. Sapaanmu di pagi hari dengan senyum yang mengembang dan lesung pipi di wajahmu akan selalu terekam dalam memoriku. Dan hey, untuk Austin, meskipun kamu terlihat pendiam, jangan seperti aku yah. Menjadi diriku itu menyesakkan. Menyimpan sesuatu yang tak bisa kamu ekspresikan itu sunguh menyesakkan, bahkan untuk mengungkapkan rasa sayang itu sendiri. Untuk Bustin, calon penerus Fay, be your self. Bagiku, kamu bukan orang Sulawesi, tapi Jepang. Hehehe. Untuk Nita, tetaplah jadi Nita yang selau memberikan kejutan, tapi jangan lupa akan selalu ada orang di sampingmu yang selalu menyayangimu. Untuk Fay semoga tahun depan kita sama-sama di wisuda yah nantinya, hehehe. You’re still the most beautifull girl in our boarding house. Untuk Yuki, kau punya bakat. Jangan malas yah mengembangkan bakatmu itu. Khusunya masak. Hehehe  Tetaplah menjadi Yuki yang periang dan selalu mebuatku tertawa. And please, do not stop to cook or i'll so starving all day long.
 
Dan… untukmu. Tulisan ini untukmu. Aku nggak tahu apa kelanjutan kisah ini esok hari dan seterusnya. Hanya Tuhan yang tahu. Namun, kututup kisah ini di bagian terakhir. Bukan karena tak ada cerita lagi setelahnya. Tulisan ini, untuk mengungkapkan betapa aku bahagia memiliki kalian. Mendengar gelak tawa kalian. Mengantri mandi di pagi hari. Sama-sama telat jika kesiangan. Makan bersama-sama. Merayakan ulangtahun, nongkrong bareng, saling sendiri-sendiri jika masing-masing sibuk. Meskipun, aku tidak banyak bergabung dengan kalian. Tapi, kalianlah yang dekat dan pertama kali melihat ekspresiku entah itu aku bahagia ataupun sedih. Terima kasih untuk kalian yang sudah ada dan hadir di kehidupanku.


---------


"Sungguh, moment berharga dan pertemuan itu terasa cepat berlalu, seperti senja dan pelangi. Namun, menyisakan kenangan yang bisa hidup seribu tahun lamanya."


Pic taken by google
08 Okt_16
A.E



0 komentar:

Posting Komentar

Member of Stiletto Book Club

Komunitas Blogger Makassar

Komunitas Blogger Makassar, Anging Mammiri

Member of Warung Blogger

Warung Blogger

Member of Blogger Perempuan

Member Hijab Blogger

Free "Care" Day

Free "Care" Day