[CERBER OF MY BOARDING HOUSE PART 5] Nita si Pinky Girl


"Nggak semua hubungan pertemanan itu mulus, nggak semua kisah anak kos-kosan itu seru-seruan, tapi bagaimanapun itu, selalu saja ada hal-hal yang mengejutkan." 

****

Aku melupakan sejenak tentang rasa kekecewaaku pada diriku sendiri (baca part 4). Seperti biasa, aku kembali pada rutinitas sehari-hariku. Namun, hari ini ada yang berbeda di kosanku, saat  semua memendam kekesalan yang perlahan muncul kepermukaan.

Akhir September

Seperti biasa, Fay, Yuki dan Nita selalu berkumpul di dalam kamarku. Ada banyak hal yang biasa mereka ceritakan. Mulai dari bergosip seputar dunia artis, kadang juga mereka memperdebatkan masalah Jessica yang nggak ada habis-habisnya dibahas di teve, atau terkadang juga mereka hanya berkumpul dan sibuk masing-masing dengan gadget. Terutama aku. Sesekali, aku menimpali obrolan mereka. Itupun, Yuki terkadang menertawaiku saat merespon mereka. Katanya, aku nggak nyambung. Jujur kuakui itu memang benar. Bagaimana bisa aku nyambung dengan topik mereka, sementara aku sibuk mengetik atau membaca.

Fay selalu tampil cantik di antara kami, memang dia yang paling memperhatikan penampilan. Tak heran jika setelah bangun pagi, hal pertama yang dia kunjungi adalah cermin. Warna kesukaannya Biru. Jika kau masuk di dalam kamarnya, jangan kaget dengan semua aksesoris dan riasan tempat tidurnya, semuanya berwarna biru. Saking cintanya dengan warna biru dan doraemon itu, kerudungku yang berwarna biru dan jarang kupakai, akhirnya berfungsi juga di tangan Fay. Antara aku dan Fay, nggak pernah terjadi masalah besar. Sudah tiga tahun kami tinggal sekosan. Sejauh ini, dia teman yang menyenangkan. Bagiku, dia cocok jadi pengacara, memiliki banyak dalih, bisa berdebat, dan sebenarnya dia sangat cerdas.  Jika Fay pulang kampung, aku sangat senang. Karena aku yakin, setelah balik dari kampung, dia yang paling banyak membawa oleh-oleh terutama nasu palekko' kesukaanku. Oiya kebiasaan buruk Fay yaitu bangun kesiangan, kupikir aku yang paling telat bangun pagi, ternyata Fay keterlaluan! dan juga saat Fay mulai bercerita dia lupa berhenti. Satu hal yang selalu aku cemaskan dalam diri Fay, saat sesuatu yang aneh dari Fay kumat (baca part 2), meski begitu, sebagai teman, kita harus menerima kekurangan masing-masing.

Three Tin (baca part 1), Austin, Olvin dan Bustin. Ketiganya memiliki ciri khas terendiri. Jujur yah, aku belum tahu banyak hal tentang mereka. Pertama, kamar mereka di lantai dua, kedua aku jarang bertemu mereka. Tapi sejauh ini aku mengenal baik Three Tin. Saat makan bareng, yang paling ribut adalah Bustin. Oiya Bustin ini calon penerus Fay, dari penampilan sama, kocak sama, kehebohannya juga sama. Saat makan pun, Bustin yang paling heboh. Aku suka melihat wajah Bustin yang mirip orang Jepang. Austin, sekamar dengan Olvin. Datang jauh-jauh di Makassar untuk kuliah. Hebatnya, mereka berdua bisa main gitar. Setiap malam di kos, aku terhibur dengan suara petikan kedua teman kosku ini. Saat makan bareng, yang paling diam di antara kami yaitu Austin. Kupikir, dia calon penerusku. Terlihat kalem dan nggak banyak ngomong. Beda lagi dengan Olvin. Suaranya lucu. Gemesin sih sebenarnya, mirip suara anak-anak. Tapi, dia itu sangat ramah. Dan dia yang selau bangun pag-pagi, menyapa aku jika kebetulan bangun pagi.

Yuki, aku  masih merahasiakan tentang Yuki, Yuki yang paling dekat denganku dan juga akhir-akhir ini yang paling sering nginap di kamarku. Satu hal yang aku suka dari Yuki, kau akan tahu cerita berikutnya di bagian enam.

Nita? dia anak tunggal di keluarganya. Aku nggak tahu bagaimana rasanya jadi anak tunggal di keluarga, kesepian kah atau malah bahagia karena nggak punya saudara yang terkadang nyebelin. Entahlah, hanya Nita yang tahu. Jika diibaratkan seperti bersaudara mulai dari Fay, Yuki dan Three Tin, Nita anak tengah, karena yang paling muda itu Three Tin. Yang paling senior, aku dn Fay.

***

21.00

Aku sedang asyik blogging. Fay dan Yuki masuk di kamarku. Kubiarkan mereka berceloteh di kamar. Topik utama obrolan mereka, tentang kisah cinta Fay. Aku hanya diam, dan sebenarnya juga menguping. Lama Fay bercerita tentang kisahnya yang menurutku dramastis. Yuki mengalihkan topik. Kali  ini topiknya cukup sensitif. Soalnya, mereka menyinggung soal Nita.

"Kamu tau nggak belakangan ini aku kesel dengan Nita" kata Yuki sambil menekuk dagu di sampingku.
"Kesal kenapa?" Fay ikut menimpali sembari memperbaiki posisinya yang dari tadi baring.
"Aku merasa Nita nggak peduli lagi dengan aku, selama ini kami sering bertengkar kecil-kecilan, aku pikir, cara dia bercanda keterlaluan. Dan juga, Nita lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman barunya." Yuki manatap serius ke arah Fay.
"Kok bisa gitu?" Tanya Fay yang mulai serius menanggapi.
"Aku nggak tau juga kak, tapi aku merasa seperti itu. Aku juga nggak suka cara dia mengkritik orang lain, terlalu pedas menurutku. Padahal, nggak seharusnya seperti itu juga. Belum tentu kita sempurna."

Radar telingaku mulai merespon, kali ini aku tertarik dengan obrolan mereka.
"Santai aja Yuki, nggak usah terlalu serius menanggapinya. Tapi kalau boleh jujur sih aku juga agak risih belakangan ini, Nita sudah jarang datang di kamarku, padahal kemarin-kemarin Nita selalu datang di kamarku, apalagi saat aku sakit. Nah sekarang?" Sepertinya Fay juga ikut menyuarakan pendapatnya.

Aku sebenarnya mengerti suasana ini. Namun, aku masih memilih diam. Fay dan Yuki terus berbicara seputar Nita. Sesekali aku bergumam, iyya hmmm, oh masa? kepada mereka. Namun, karena mereka terus berceloteh, akhirnya aku nimbrung juga.

"Aku pikir cuma kalian yang merasa, aku juga. Nggak banyak sih, aku nggak masalah dengan sikap Nita, secara dia masih belasan tahun, terbilang masih labil dan sedikit kekanak-kanakan. Cuma hal yang nggak aku suka itu saat dia meminjam barang-barangku. Nita nggak bilang dulu. Padahl aku biasaya sibuk mencari. Asal kalian tau, mencari barang yang hilang adalah yang paling kubenci." Secara reflek entah kenapa aku akhirnya ikut nimbrung juga di obrolan mereka.

Yuki menganggu-angguk mengiyakan begitupun Fay. Kami berempat membicarakan persoalan Nita. Dalam hati, aku membatin. Hatiku memaki saat ngomongin kejelekan orang. Tapi, itu semua demi kebaikan Nita.

"Wajar sih sebenarnya kalau Nita begitu, secara dia masih bertingkah kenakak-kanakan, selain itu, mungkin dia belum tahu banyak hal. Atau bisa jadi karakternya yang memang begitu." timpal Fay.
"Iya sih kak, tapi menurutku usia nggak pernah mempengaruhi sifat kedewasaan seseorang." tetap saja Yuki masih memiliki unek-unek.
"Ya sudah, kalian ngomongin aja ke Nita, kan lebih baik." aku meilih jalan tengah, mencoba mencari solusi. Sebenarnya, aku terbawa suasana dari obrolan Yuki dan Fay, wajar saja jika aku merasakan hal yang sama. Namun, setelah kami pikir, itu murni karakter Nita yang memang masih kekanak-kanakan. Terkadang, Nita sangat perhatian, di sisi lain, Nita juga bisa sangat cuek. Dari semua anak di kos, memang Nita yang sering berubah-ubah suasana hati.

Akhirnya obrolan malam ini berakhir tanpa solusi. Satu kepingan yang tersembunyikan muncul juga di permukaan. Dari obrolan itu, aku jadi banyak tau hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Aku suka sebenarnya obrolan seperti ini, kami bisa jujur dari hati ke hati. Aku juga mengutarakan tentang unek-unekku pada Fay dan Yuki. Hanya saja, kami merasa kurang, malam itu Nita nggak ikut nimbrung. Dan, aku merasa bersalah. Semoga saja, kekesalan yang ada di hati kami nggak menjelma menjadi kebencian.

***

Awal Oktober

Aku gusar. Bagaimana tidak. Kekecewaanku minggu lalu karena gagal bertemu penulis, muncul kembali. Kali ini beda. Kesempatan itu tiba lagi. Besok, aku harus menghadiri kegiatan itu. Apalagi, penulisnya yang langsung memberikan informasi. Deg! aku nggak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini karena hal sepele.

Saking girangnya, aku nggak bisa tidur semalaman. Aku terus memikirkan acara itu yang akan di adakan di sebuah kafe. Dan yang paling membuatku senang, karena lokasinya berbeda dibanding minggu lalu. Aku sudah mempersiapkan pertanyan-pertanyaan untuk penulis itu saat acara berlangsung. Jika beruntung, aku juga mau minta tandatangan penulisnya.

Aku nggak tahu sejak kapan aku segila ini jika menyangkut buku dan penulis. Tiga tahun berlalu kulalui biasa-biasa saja. Tak banyak yang tahu, selama tiga tahun itu aku merasa terpukul. Banyak peristiwa yang datang silih berganti. Kehilangan jejak dan mimpi, kehilangan kasih orangtua, kehilangan sahabat terbaikku dan juga persoalan cinta. Namun, sebulan terakhir mengalahkan kegalauanku selama tiga tahun itu. Aku benar-benar merasa bahagia. Yah bahagia menemukan hobby lamaku yang sudah terkubur dalam-dalam.

Besok adalah momen yang kunanti-nantikan. 

***

Aku terkulai lemah di dalam kamarku. Seperti biasa, kamar ini menjadi saksi bisu akan luapan kekecewaanku akan banyak hal. Hari yang kunantikan sepertinya akan menjadi hari terburuk dan terulang kembali. Agenda yang kurencanakan gagal. Kelemahan terbesarku adalah aku tidak tahu banyak hal tentang tempat-tempat di kota ini, dan teman yang kuharapkan untuk datang bersama terpaksa membatalkannya.

Lama aku terdiam di kamar. Waktu semakin memburu, aku merasa kehilangan harapan untuk yang kesekian kalinya. Yuki, datang di kamarku. Aku tahu dia menatapku penuh simpati. Sebenarnya, Yuki yang sudah berjanji menemani aku, namun sesuatu yang darurat hingga dia membatalkan itu. Aku paham kondisinya, hanya saja aku merasa kehilangan harapan. Memang ini resiko yang selalu kuhadapi. Aku tidak punya banyak teman.

Aku pikir, Yuki datang di kamarku untuk mengambil pakaiannya sebelum pergi.

"Kak Edel, maaf yah sekali lagi. Aku terpaksa batalin janjinya. Tapi..." Suara itu menggantung di langit-langit kamarku. Aku menoleh lembut kepadanya. "Nggak apa-apa Yuki. Masih banyak waktu lain kok." Aku berusaha menutupi guratan kekecewaan dalam hatiku.
"Tapi tenang kak, ada Nita. Nita yang akan temani kakak dataNg ke acara itu."
"Bagaimana bisa Ki, Nita nggak tahu tempatnya, lagipula... Nita nggak sanggup naik kendaraan umum." Kabar itu memberi secercah harapan. Tapi, buru-buru aku menepisnya.
"Kak, tenang, ada motor. Kita bisa pakai motor temanku." 
"Bagaimana dengan Nita? apa dia mau?" Aku masih mengingat obrolan kami kemarin. 

Belum sempat pertanyaanku dijawab Yuki, tiba-tiba Nita muncul di depan kamarku.

"Hey kak! tenang aja, jangan galau gitu ah.. aku bisa temani kak Edel." Suara Nita mengagetkanku. Nita memiliki volume suara yang besar, Terkadang, dia kehilangan kontrol. Namun, suaranya itu pula yang meramaikan kosan ini.

Aku hanya menatap mereka berdua. Jujur, aku sangat terharu. Aku nggak tau harus ngomong apa ke Nita dan Yuki. Keduanya sangat peduli denganku. Apalagi Nita, sesuatu yang nggak pernah kuduga sebelumnya.

***

Acara itu sangat berati bagiku. Setelah sekian lama berkutat di duniaku sendiri, baru kali ini aku keluar lagi. Seperti halnya Rapunzel. Aku melirik Nita yang duduk di sampingku. Aku mendapatinya menguap, sesekali kutanya apakah dia baik-baik saja. Dan dia selalu meresponnya dengan senyum. Aku sangat bersyukur, mungkin baginya ini biasa-biasa saja. Tapi tidak bagiku. Aku nggak akan menginjakkan kakiku di kafe dan mengikuti talkshow dari penulis tanpa ditemani Nita. Dan tentunya dari kehendak Yang Maha Esa.

Kami pulang sekitar pukul sepuluh malam. Sepanjang perjalanan, aku memikirkan Nita. Memikirkan obrolan kemarin. Entah mengapa rasa bersalah menelusuk ke dalam hatiku. Aku ingin mengucapkan terima kasih pada Nita. Tapi, lidahku terlalu kelu untuk hal yang seperti itu.

Malam ini, bukan hanya tentang pengalamanku yang berkesan, tapi tentang Nita yang penuh kejutan. Mungkin, dia bersikap seperti itu karena memang belum tahu banyak hal, bisa jadi karena dia anak tunggal, dan entahlah. Yang jelas, nggak ada yang sempurna. Nggak ada yang seratus persen memiliki kepribadian baik di kos ini. Begitupun diriku. Terkesan cuek dan nggak peduli.

Aku mengambil nafas lega malam ini. Nita kembali ke kamarnya. Kulambaikan tanganku yang penuh girang di hadapannya. Kuharap dia bisa mengerti tatapan mataku yang penuh terima kasih kepadanya.

"Terima kasih Nita." Gumamku dalam hati sambil memeluk buku yang selama ini kuincar di acara itu.
_______

Untuk Nita gadis penyuka warna Pink.
04 Oct_16
picture taken by google
_______

Tulisan ini ikut dalam event #JujurinAja

0 komentar:

Posting Komentar

Member of Stiletto Book Club

Komunitas Blogger Makassar

Komunitas Blogger Makassar, Anging Mammiri

Member of Warung Blogger

Warung Blogger

Member of Blogger Perempuan

Member Hijab Blogger

Free "Care" Day

Free "Care" Day