"Senyumnya masih sama, menyenangkan. Kalaupun ada yang berbeda, kini dia telah menemukan tambatan jiwanya."
------------------
Hari ini aku puasa. Bersama Yuki tentuya. Kejadian sehari sebelumnya tak terulang dan semoga tak akan pernah. Fay masih mengeluh kalau perutnya sakit, untuk sepersekian detik, aku kembali cemas. Namun, kutampik jauh-jauh.
08.10
Dengan berat hati, lagi dan lagi aku terpaksa bangun. Kali ini bukan Yuki yang membangunkanku, tapi teman kampusku. Aku mendengar suaranya memanggil-manggil di luar. Aku mengenali suara itu. Jujur aku sangat malas untuk bangun. Tidurku sangat pulas. Bagaimana tidak, aku dan Yuki tidur setelah makan dinihari untuk puasa ganti.
Kuraih ponselku. Masih jam 08.10 pagi. Kenapa Nining datang jam segini? dengan langkah tertatih karena masih setengah sadar, aku membuka pintu. Kupersilahkan Nining masuk.
"hoam.... masuk Ning, hoam... ada apa Ning datang pagi-pagi?" Aku nggak peduli apakah nining memerhatikan wajahku yang semraut dan rambut yang acak-acakan.
"Maaf ganggu Del, aku nitip tugas yah, oiya kamu punya nb? tolong bantu aku sekalian flashdisk, aku sangat buru-buru nih ke kampus. Udah telat" Nining terlihat buru-buru, dia bahkan tidak membuka sepatunya, sepatu ikat memang memakan waktu lagi jika sudah dibuka.
"Iya Ning, ini nb nya, nb temanku sih. Itu flashdsiknya ada di meja. Hoaam... ambil sendiri yah." Aku baring lagi setelah membuka pintu kamar. Kututupi wajahku dengan selimut. Dalam hati aku merasa bersalah pada Nining. Takut dia merasa aku cueki. Tapi jujur, aku sangat mengantuk berat.
Lime belas menit kemudian
"Makasih Del, aku ke kampus yah. Maaf udah ganggu tidur kamu."
"Sedikit Ning." batinku.
"Iyah Ning, sama-sama. Hati-hati yah." Aku menutup pintu kamar kembali. Kulirik Yuki yang masih tidur. Mungkin dia merasakan keributan tadi saat temanku datang.
Aku mencoba tidur kembali, namun sia-sia. Aku nggak bisa tidur lagi. Lagipula, aku sudah berjanji untuk tidak tidur lama saat pagi, aku harus bergegas. Semangat untuk membaca buku dan menulis akhir-akhir ini menghantui pikiranku setiap detik.
Yuki sudah bangun. Three Tin dan Nita juga sudah bangun. Dan Fay masih tidur barangkali, pintu kamarnya masih tertutup. Hari ini aku sudah punya planning. Aku mau ke kampus temanku. Jaraknya lumayan dekat dari kosan. Di sana ada komunitas bahasa Inggris. Hari ini aku mau membaca tuntas buku karya Hanum. Harus.
13.00
Aku nggak jadi ke kampus temanku. unexpected thing happend to me. Gara-gara mesin ATM eror saat aku narik sementara saldoku berkurang, aku panik. Hampir sejam aku menghabiskan waktu mengurusi mesin ATM yang bermasalah itu. Masalahnya jumlah saldo yang ingin kutarik nggak sedikit karena itu pembayaran lab.ku di kampus. Untung saja masalah itu terselesaikan. Tapi, gara-gara itu aku membatalkan niatku ke kampus temanku. Padahal aku sudah berjanji.
15.00
Aku baru terbangun dari tidur. Hari ini tidak banyak aktifitas yang kulakukan. Malam ini aku harus menyelesaikan bacaanku, stalking di blog-blog teman, menyelesaikan tulisan. Ah, terasa indah jika selalu merencanakan sesuatu. Tapi nyesek banget saat yang direncanakan tidak terlaksana.
17.00
Nita dan Yuki berbaik hati ke pasar untuk berbelanja kemudian masak bareng. Yuki nggak jadi puasanya. Katanya lupa niat. Dia cuma ikut-ikutan makan ternyata. Sebagai gantinya, dia mau memasak yang enak.
Salah satu ritual di kosanku, kami ceka-ceka (menyumbang uang masing-masing dalam jumlah yang sedikit guna menghemat pengeluaran dan meningkatkan kebersamaan). Nah seperti itulah di kosanku. Tak banyak memang, tapi nikmat kebersamaan itu ada. Yah meski jujur kuakui, yang paling sering masak itu Yuki. Jika dibandingin dengan teman-teman yang lain, sepertinya cuma aku yang kurang tau. hhhhhh
19.00
Kami semua kekenyangan. Seperti biasa saat makan, yang paling heboh adalah Bustin dan Fay. Gelak tawa selalu nyaring terdengar. Kadang, kami saling mengejek, menertawakan hal-hal yang sebenarnya nggak lucu-lucu amat. Dalam hati aku bersyukur bisa bertemu mereka. Kadang, ada perasaan nggak suka, tapi itu wajar dalam sebuah pertemanan. Bagaimanapun nggak ada yang sempurna kan? malam ini aku punya banyak waktu luang.
19.45
Aku berhenti mengetik di laptop. Seseorang memanggilku di luar. Aku menoleh ke arah itu. Dan kulihat Sahara berdiri tersenyum nyengir di dekat pintu. Ah iya, aku lupa. Dulu, Sahara pernah tinggal di kos ini. Satu kamar denganku. Hampir setahun. Dia pindah kos. Awalnya aku merasa kehilangan. Pertama, dia sahabat karibku sejak SMA, kedua, karena aku penakut, diawal-awal aku nggak bisa tidur cepat.
Sudah lama kami nggak bertemu, karena kesibukan masing-masing. Sahara punya sejuta kejutan dalam hidupnya. Mungkin kau belum tahu. Dia benar-benar bersinar. Jika sudah membahas Sahara, rasanya butuh bab tersendiri untuk dia.
Malam ini dia datang tiba-tiba. Aku bersyukur. Sudah lama aku merindukan sahabatku ini. Aku selalu rindu. Dia selalu tampil cantik. Dan menurutku, dia sahabatku yang paling cantik. Aku hanya sedikit menyesal saat dia merubah rambut gelombangya menjadi lurus. Sahara mengenakan jilbab pasmina kekinian. Berwana kuning (somoga aku nggak salah, aku susah membedakan mana kuning mana orange). Dia kini terlihat lebih dewasa.
"Kawaaaan......."
Aku sepeti biasa. Saat bertemu kami berlari kecil-kecil seperti anak-anak lalu berpelukan layaknya teletubies. Kutanya kabarnya. Aku ingin dia berlama-lama di sini. Katanya, dia ingin bertemu dengan teman lamanya. Mungkin reunian pikirku. Nama yang dia sebut tak asing di telingaku. Benar, dia ingin bertemu dengan teman lamanya saat SMP.
Aku sangat menyukai kisah hidup Sahara. Penuh intrik dan selalu terjadi hal-hal yang tak terduga. Meski begitu, di balik senyumnya yang menyenangkan terdapat pilu dan luka yang mendalam. Kau mungkin tahu, rasanya kehilangan seseorang yang paling kita cintai, ibu.
Sahara yang sekarang bukan lagi Sahara yang dulu. Untuk cinta yang dia miliki telah berhenti pada satu hati. Kau tahu, ada saatnya seorang wanita berhenti mengejar masa lalunya. Merasa disia-siakan mungkin akan kita tepis saat cinta itu mengakar bertahun-tahun di hati. Namun, semua orang memiliki batas. Dan batas itu sudah menemukan titik temu.
Sahara sudah menemukan separuh jiwanya. Aku tak perlu lagi mendengar kisah cintanya yang dulu. Pun tak perlu lagi menawarkan pundakku saat dia menangis. Karena, Sahara sudah menemukan separuh jiwanya. Dan kuharap sesuai harapnya, dia orang yang tepat.
Aku tersenyum sumringah. Kami menghabiskan waktu bersama di kos. Ada Yuki yang sibuk mengerjakan tugas, tak memerdulikan aku dan Sahara yang sibuk bernyanyi. Tak apa jika waktu membaca dan menulisku terlewati. Bertemu Sahara saat ini adalah momen-momen berharga. Kedatangannya seperti senja. Aku menunggu di balik jendela, saat senja datang ingin kucurahkan apa yang terpendam, namun saat senja datang, ternyata diam dan menikmati hangatnya jingga adalah juga mencurahkan isi hati dalam diam.
Seperti kedatangan Sahara, walau banyak yang ingin kucurahkan, tertawa bersama dan mendengar kisahnya jauh lebih baik.
"Sebentar lagi dia akan datang kawan. Aku harus pulang."
Aku tersenyum lembut padanya, Sosok yang sedari tadi ditunggu sudah datang menjemput. Senjaku sudah pergi dan berlalu.
"Hati-hati di jalan Sahara."
-------------
28 Sept_16
picture taken at https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/originals/56/f4/c5/56f4c50c899a075d5b91f3fbdad8a7c9.jpg
0 komentar:
Posting Komentar